MAKASAR CEMAS DATANGNYA GELOMBANG PHK

Daftar Isi

BUSERINDO, MAKASAR --- Ribuan honorer, guru, dan petugas kebersihan yang selama ini menjadi tulang punggung pelayanan kota, kini dihadapkan pada jurang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Suara-suara cemas bergema di lorong-lorong kota, dari kelas-kelas sekolah yang sepi hingga tumpukan sampah yang kini terasa semakin berat. Janji Wali Kota Munafri Arifuddin tentang Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) yang seharusnya menjadi penyelamat, justru terasa seperti fatamorgana di tengah padang pasir harapan yang mengering.

Munafri Arifuddin, yang pernah datang dengan membawa harapan akan perubahan, kini diragukan kredibilitasnya. Program PJLP, yang digembar-gemborkan sebagai solusi untuk keberlanjutan para honorer, terasa seperti janji hampa yang tak memiliki pondasi. Apakah ini hanya cara halus untuk melakukan efisiensi anggaran tanpa memedulikan nasib ribuan keluarga yang menggantungkan hidupnya pada upah honorer? Pertanyaan ini menghantui pikiran banyak orang, memperdalam luka ketidakpercayaan yang sudah ada.

Kecurigaan muncul, apakah badai PHK ini adalah imbas dari program "sampah gratis" yang dulu digadang-gadang namun tak terhitung matang anggarannya? Ingatan akan janji sampah gratis yang perlahan mulai diingkari masih segar dalam benak warga Makassar. Kini, ketidakmampuan mengelola anggaran kembali menghantam mereka yang paling rentan. Seolah-olah, kesalahan perhitungan di masa lalu harus dibayar mahal oleh nasib ribuan pekerja yang tak bersalah.

Sejak 100 hari kepemimpinannya, gelombang PHK tak henti-hentinya menerjang. Dimulai dari pemberhentian 6.000 Ketua RT dan RW, kemudian ancaman PHK 3.000 honorer guru dan petugas kebersihan, hingga ratusan pekerja di Perusda yang ikut menjadi korban. Setiap keputusan seolah merobek lembaran kepercayaan yang sudah tipis. Ruang kepercayaan terhadap kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin kini terasa benar-benar hancur. Ribuan orang di Makassar menatap masa depan dengan kecemasan, bertanya-tanya, siapa lagi yang akan menjadi korban selanjutnya? Dan sampai kapan janji-janji manis akan terus menghancurkan harapan mereka?

REDAKSI : DENI RODIANSYAH

Posting Komentar